Jangan Durhakai Anakmu


Bismillahirrahmaanirrahim

          Akang-akang semua kelak akan menjadi orang tua bukan, tentu jawabanya iya. Tetapi apakah kita sudah siap dengan datangnya buah hati kita itu. Marilah kita persiapkan dari sekarang agar buah hati kita kelak menjadi anak yang qurrotaa’yun, mikul duwur mendem jero nama orang tua.
Begitu pentingkah ilmu ini untuk mendidik anak kita.......?
Perhatikan anak kecil yang sedang berlatih berjalan, Bagaimana mereka ketika berlatih berjalan apakah dia sering terjatuh? iya pasti namanya berlatih pasti sering terjatuh, yang menjadi kebiasaan orang tua ketika anaknya terjatuh tersandung kursi misalnya dan anak tersebut menangis dan tdk henti-henti tangisnya apa yang dilakukan orang tua? mereka pasti bilang “cup-cup nak jangan nangis, mana yang nakal”, sambil memukul-mukul kursi tersebut,” ini yang nakal ya? nakal, nakal, nakal kursinya” di pukul-pukul kursinya sampai anak tersebut diam, sadarkah kita bahwa perilaku kita terhadap kursi itu kurang tepat. lhoh kenapa kok kurang tepat? simbah-simbah kita dulu juga seperti itu. coba kita berfikir sejenak, apakah salah kursi itu? apakah kursi itu punya akal, sampai dia dipukuli seperti itu dan pernahkah orang tua berfikir apa dampaknya terhadap anak dengan kita memukul kursi tersebut dan menyalahkannya.
Ada dampak yang terjadi pada anak yang ditimbulkan akibat perilaku orang tua memukul kursi tersebut:
  • Ketika kita memukul kursi tersebut disadari atau tidak kita seakan-akan mendidik anak kita bahwa anak kita tidak pernah bersalah atau orang lain yang selalu bersalah atau benda lain yang bersalah, dan ini bisa jadi akan terbawa sampai dia besar dan sampai besar dia merasa bahwa dia yang paling benar dan dia tidak pernah salah, karena dia merasa benar maka dia tidak butuh nasehat karena dia merasa orang lain yang harus dinasehati. Orang tua baru sadar terhadap perilaku buruk anaknya ketika anak tersebut sudah mulai melawan orang tua, dinasehati orang tua tidak menerima, ketika salah dia tidak mau dinasehati, karena anak tersebut merasa benar dan tidak butuh nasehat sehingga yang perlu dinasehati adalah orang lain, sehingga dia terjerumus dalam penyakit kesombongan. Disebutkan Rosulullah SAW dalam hadist “kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan juga meremehkan orang lain”(HR Muslim). Dia tdk bisa menerima bahwa dirinya salah, yang selalu salah adalah orang lain sehingga egonya tinggi sehingga dia semakin sulit menerima kebenaran orang lain.

Ternyata yang membuat perilaku buruk anak itu kita orang tua. disadari atau tidak.

Bagaimana seharusnya yang kita lakukan?
ketika anak tersebut menabrak kursi sampai menangis keras kita jangan menyalahkan kursi tersebut, kita berusaha menjelaskan duduk permasalahan dari kejadian2 itu kepada anak, bagaimana kita katakan keapada anak “oh jatuh ya nak, kesandung kursi ya, lain kali hati-hati ya, kalau jalan lihat-lihat, jangan tergesa-gesa jalannya”, jadi secara tidak langsung kita mengajarkan kepada anak bahwa kita perlu mengambil pengalaman dan pelajaran pahit yang kita jalani, ketika kita mengatakan seperti itu kepada anak kita sudah menanamkan pelajaran kepada anak:
  1. Seorang anak perlu mengambil pelajaran dari kejadian pahit yang dialami, kita berkata pd anak “lain kali hati-hati ya nak dalam berjalan” sehingga anak mengambil pelajaran “oh kelak saya harus berhati-hati jangan sampai kejadian kemarin terulang”
  2. Nilai yg akan ditanamkan pada diri anak kita adalah bahwa anak kita mengakui bahwa dirinya pernah salah dan mengalami kesalahan, dan ini merupakan bekal berharga untuk mengarungi kehidupan bahwa dia pernah salah dan jangan sampai anak kita menyalahkan orang lain, Berhati-hatilah orang tua kejadian yang kecil seperti ini yang dianggap remeh orang tua, bisa berdampak buruk terhadap perilaku anak tersebut ketika dewasa. Hati-hati dengan perilaku orang tua, hati-hati dengan perilaku ayah sama Ibu.

Asarmaghon dalam kitabnya attabi’ul ghofilin, beliau pernah bercerita bahwa umar ibnu khotob ra pada suatu hari pernah di datangi seorang bapak yang mengadukan anaknya yang durhaka kata si bapak dengan sambil menyeret anaknya, “ini lho Umar anak saya yang durhaka kepada saya, tolong ingatkan dia” umar pun memanggil anak tersebut dengan pandangan mata yang tajam dia mangatakan “nak kenapa engkau durhaka kepada ayahmu, apakah engkau tidak takut pada Allah SWT durhaka kepada orang tuamu, bukanlah berbakti kepada orang tua itu hukumnya wajib” stlh diberi nasehat sprt itu sang anak bertanya wahai amirul mukminin sblm saya jawab pertanyaan mu tolong jawab pertanyaan ku “apa pertanyaanmu?” “pertanyaanku “apakah seorang anak punya hak kepada orang tua? “ya punya hak” : apakah haknya wahai amirul mukminin? “hak nya adalah SEORANG ANAK PERLU DIPILIHKAN IBU YANG BAIK OLEH BAPAKNYA, DIKASIH NAMA YANG BAIK PULA, ORANG TUA PERLU MENDIDIK ANAK, MENGAJARINYA ALQUR’AN, MENGAJARKKAN ILMU AGAMA , itulah kewajiban orang tua terhadap anaknya, ketika anak tersebut mendengar kata yang di ucapkan oleh Amirul Mukminin maka sang anakpun menjawab dengan tegas “wahai amirul mukminin orang tua saya sama sekali tdk memenuhi kewajibanya, dan saya tdk pernah mendapatkan hak-hak tersebut dr bapak saya, saya dipilihkan ibu yg tidak baik oleh bapak saya, saya diberi nama yang jelek, dan saya tdk diajarkan ilmu oleh bapak saya.
ketika mendengarkan apa yang dikatakan si anak umar ibnu khotob ra berkata “enyahlah engkau dari muka ku karena sesungguhnya engkau telah durhaka kepada anakmu sebelum anakmu durhaka kepada dirimu.
jd ternyata PERILAKU kita sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak kita kelak, maka jgn sampai kita merusak buah hati kita dan semoga kita tdk termasuk golongan tersebut, mari perbaiki diri kita semoga kelak anak-anak kita menjadi anak yang sholeh dan sholehah menjadi qurrota a’yun
rabbana hablana min azwaajina wadzurriyatina qurrota a’yun waja’alna lilmuttaqiina imaa
“Ya Allah jadikanlah pasangan dan keturunan kami sebagai orang2 yang menyejukan pandangan mata”
aamiin
Pertanyaan : apakah ketika mengumandangkan Adzan, bacaan Adzannya harus sesuai dengan Tajwid.
Jawab : ada dua pendapat berhubungan dengan masalah tajwid dalam Adzan
  1. Harus sesuai dengan hukum bacaan Alqur’an ( Tajwid ) karena panjang pendeknya berbeda, beda juga artinya. Dan sekarang sudah banyak masjid-masjid baik di makkah ataupun madinah yang bacaan adzan nya sesuai dengan tajwid.
  2. Boleh memanjangkan (yang sering kita dengar, tetapi bukan memanjangkan bacaan yang benar-benar bacaan 1 harokat) sesuai dengan hadist Rosulullah SAW “Barang siapa membaca Al-Qur’an dengan tidak dilagukan maka tidak termasuk golonganku” periwayatnya lupa *Tafsir Al Munir

Agar supaya suara Adzan terdengar merdu dan Indah perlu kiranya beberapa bacaan yang harus sedikit di panjangkan, begitu pula dengan Qiroah.

NB : tetapi dalam kenyataannya orang-orang Arab banyak yang memanjangkan bacaan (yang seharusnya 2 harokat tetapi dibaca 6 harokat) walaupun bacaanya dipanjangkan tetapi tidak merubah makna yang ada. Misal di dalam Lafadz Allaaaaaah dengan Allaah kalau kita mengatakanya di mekah sudah tahu kalau yang dimaksud “Allaaaaah” disini adalah Allaah.
Semoga kita bisa mempraktekan mengucapkannya suatu saat nanti di mekah bersama Suami/Istri.

Insya Allah

0 komentar:

Posting Komentar